Minggu, 22 September 2024

 

Judul                  : LUKA TAK SELAMANYA DUKA

Nama Penulis    : Romdiyah, M.Pd

Instasi                : MI. ASH-SHIDDIQIN

Ada satu titik yang mungkin terlihat terang, namun dititik itu ternyata ada sebuah harapan yang tak pernah terduga. Setiap orang pasti punya peristiwa, setiap masa pasti punya pengalaman, baik buruk hidup itu kenyataan, ada susah, ada duka itulah hiasan.

Perjuangan yang tak pernah henti, tak kenal lelah, tak kenal letih, terus berjuang tanpa henti hanya memohon ridho Ilahi. Seorang lelaki yang tak begitu gemuk tubuhnya, namun kuatnya tekadnya yang menjadikan aku hingga sampai saat ini mampu menopang dunia.

Begitu banyak sejarah yang kita lewati bersama, begitu banyak pelajaran yang telah kita alami bersama. Semakin membuatku sadar bahwa hidup ini adalah permulaan menuju kebahagiaan. Sosok itu adalah seorang ayah, dialah yang menjadi panorama hidup hingga aku mampu berdiri sampai saat ini dan beristiqomah tetap selalu di jalan-Nya.

Kami bersama-sama tak pernah merasa malu menjadi seorang pendidik meski kami telah kehilangan sekolah karena hancur oleh tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab, tetapi kami tetap bertahan mendidik, mengajarkan siswa-siswi kami di kediaman rumah kami. Hidup kami akhir-akhir ini penuh dengan ejekan, gunjingan, dari orang-orang terdekat, mereka tidak tergugah membantu namun hanya merendahkan kami.

Seperti biasanya setiap pagi kami mendidik dan mengajar di kediaman rumah kami, jumlah siswa semakin habis karena kondisi fasilitas yang sudah tidak memenuhi standar Pendidikan.

Saat itu kami mengajar dengan sisa jumlah guru 3 orang, aku, kakakku dan teman kakakku. Kami mengajar dengan masing-masing memegang dua kelas. Saat itu sisa murid kami itu setiap kelasnya ada yang berkisar 3 – 10 siswa rata-rata dari setiap rombongan belajar.

Kami mengajar di rumah kediaman orang tua kami, saat itu guru-guru yang lain sudah berhenti karena sekolah kami hancur. Dengan tekad kami memulai Langkah terus tanpa gentar tetap istiqomah karena Allah pasti akan menolong hamba-Nya yang sabar.

Kakakku yang sudah terbiasa mengajar di kelas rendah sejak tahun 1998 dia mengajar dengan penuh kesabaran, walau terkadang kami malu saat mengikuti rapat Kelompok Kerja Madrasah Ibtidaiyah (KKMI) karena kami saat itu sudah tidak memiliki fasilitas sekolah untuk kegiatan belajar mengajar. Kami tiga bersaudara Perempuan yang saat itu duduk di bangku kuliah, disuatu universitas Pendidikan Agama Islam Jakarta. Dengan penuh harap kami berusaha akan Bersama-sama membangun sekolah kami yang hancur. Saat itu sekitar 18 tahun silam kami mengajar tidak pernah memikirkan berapa honor yang kami terima dan bahkan kami tidak mendapat hak pembayaran karena sekolah kami gratis tidak memungut biaya apapun. Atas kekuatan dan do’a walaupun kehidupan kami tidak seberuntung orang lain, tetap dalam hati usaha tidak membohongi hasil, karena kita masih punya sang Khaliq yang maha memberikan kecukupan atas segala kebuhan.

Aktivitas pagi tetap dengan semangat senyuman dan doa terindah seperti biasa kami membagi tugas dengan teman satu perjuangan mengajar dengan pembelajaran kelas rangkap karena saat itu hanya kami berempat yang mengajar di sekolah kami dengan kegiatan pembelajaran di rumah ayahanda kami.

Tanpa malu-malu karena kondisi yang tidak memungkinkan untuk bertahan hidup dengan penghasilan yang tidak menentu, saat istirahat tiba akupun mulai beraksi, mengekplor kemampuan yang dimiliki bukan hanya sekedar mengajar, mengurus anak, namun juga harus menjadi seorang pedagang mie Sakura serta gorengan cemilan frozen saat istirahat siswa di sekolah kami dan sepulang sekolah. Aku berdagang di depan halam oran tuaku demi untuk menambah penghasilan kehidupan keluarga keciku walaupun hanya 15.000 yang kuperoleh dari hasil keuntungan dagang tetap aku harus bersyukur karena dengan rezeki itu aku bisa membelikan jajanan untuk anak-anakku yang masih kecil.

Saat ini hanya kata Syukur yang terucap dalam hati, hingga denga napa yang diperoleh kami tetap bertahan hidup walau kami belum mampu memcukupi kebutuhan makan, tetapi masih ada orang tuaku yang selalu mengasihi kami, setiap hari kami hidup dan tinggal Bersama, aku, suamiku dan kedua anakku yang selalu mendapat makan dari orang tuaku dsebabkan keadaan ekonomi kami benar-benar tidak stabil dan sangat kekurangan.

Perjuangan tak hanya berhenti disini dengan kemampuan kami mengajar kami terus dapat meluluskan siswa-siswi kami dan bahkan ada yang sudah menjadi polisi, S1 programmer, perawat dan sebagainya. Tidak ada rasa mundur dalam hati kami disaat kami tak mampu berkata hanya doa yang mampu menembus segala duka yang kami hadapi Bersama.

Beberapa tahun kemudian kami sudah dapat membangun sekolah kami dua local Tingkat, dengan kondisi lantai satu urugan tanah dan halaman teras urugan puing. Untuk menuju ke lantai dua kami harus manaiki tangga yang terbuat dari kayu kaso sambung-sambungan dan sangat lumayan sulit bagi kami menanjak dengan Langkah terburu-buru.

Keesokan harinya seperti biasa saya dan kakak saya nomor dua mengajar Bersama dalam satu ruang yang masing-masing ruang belum terskat dengan dinding. Seperti biasa kami mengajar dengan membawa anak kami yang saat itu berusia sekitar 3 tahun dan bermain Bersama di dalam kelas. Aku dan kakakku sedang menikmati proses belajar mengajar di dalam kelas tiba-tiba terdengar suara seperti benda yang terjatuh sangat kencang sekali ….. buuuuuuuk dilanjut suara jeritan orang disekitar sekolah yang sangat histeris.

Tergesa-gesa kami menuju arah suara, namun apa yang terjadi anak Perempuan kakaku yang berusia 3 tahun itu terjaduh di lantai dasar dengan posisi sudah tak sadarkan diri dan kepala gembur.

Ya Allah …. Hanya suara isak tangis yang bisa kami lakukan, saat itu kakakku pingsan dan anaknya segera dilarikan ke salah satu rumah sakit terbesar kelas A yang ada di daerah kami.

Terenyuh hati, bimbang, gelisah, penuh sesal, ya Allah … haruskah kami melangkah dengan segala kekurangan ini, haruskah kami tetap berjuang dengan segala kesusahan yang selama ini kami hadapi beberapa tahun ini. Satu kata mulai muncul …. Ya Allah aku takut, saat ini aku mulai lemah dengan melihat apa yang terjadi, karena kami mengajar sama-sama membawa anak kami yang usia hamper sebaya beda 6 bulan.

Anak adalah anugerahMu ya Rob, mereka tak salah mengapa mereka harus mendapat sesuatu yang menyakitkan tubuhnya, kami yang salah tak sepantasnya kami berjuang terlalu berlebih, mulailah bisikan ini muncul yang menggoyahkan hati kami. Jika ini merupakan ujian kami pasrah, jika ini merupakan peringatan kami mohon ampun atas semua kelalaian yang terjadi.

Genap 15 hari di rawat dengan diberikan obat otak akhirnya kondisi anak kakakku mulai membaik, tetap bersyukur dan beristiqomah dengan sesuatu takdir yang diterima, mungkinkah kami harus gentar menghadapi semua ini. Ada sosok ayah yang merupakan tokoh agama dalam lingkungan Masyarakat menguatkan tekad kami yang sudah mulai goyah, seandainya akar kami ini sudah kering, daun kami sudah kering mungkin kami akan mulai mundur dan memilih diam seperti tak melihat keadaan kondisi sekolah kami yang sangatlah miris sekali. Segala yang dirasakan semoga tak terulang kembali.

Mulai melangkah Kembali ke depan menata segala yang kurang dengan penuh harap semua ini akan menjadi lebih baik. Atas kehendak takdir Allah siswa kami mulai bertambah, kegigihan kami berkeliling menyakinkan Masyarakat sekitar untuk menyekolahkan anaknya di lembaga Pendidikan kami berbuih hasil. Kerjasama yang sangat luar biasa yang menghantarkan kami tetap berada di jalanMu ya Allah.

Ternyata, belum tuntas sampai disini dunia berputar sesuai dengan garis edarnya, langit tetap biru sesuai dengan hakikatnya, matahari bersinar terang sesuai dengan kodratnya. Pagi itu saat jam Pelajaran sudah dimulai dan anakku sedang beristirahat tidur dipanggillah aku dengan suara yang mengejutkan, akupun berlari menuju suara itu, namun apa yang terjadi anakku yang aku sayangi dan cintai nafasnya begitu cepat perutnya menraik nafas dalam-dalam, dengan derai air mata aku gendong, aku peluk erat tubuhnya dan membawanya ke rumah sakit.

Saat itu kondisiku yang tidak memiliki jaminan Kesehatan dan BPJS yang membuat anakku tak disentuh sedikitpun oleh dokter, dengan penuh harap dan tangis aku dan kakaku meminta bantuan dokter, tanpa uang semua akan sia-sia saat itu, tak sedikitpun yang dapat kami lakukan karena tidak mampu membayar biaya rawat inap anakku saat itu sebesar 500.000,-.

Mirisnya nasib seorang guru dengan penghasilan hanya 150.000 perbulan yang belum tentu dibayarkan rutin setiap bulannya. Dahulu rumah sakit itu milik orang berduit, dahulu itu rawat inap saja kami tidak mampu, dengan nada tinggi dan digebraklah meja salah satu doctor oleh kakakku. “ Hai lihat posisi kepokan saya yang sudah sangat tersiksa, dengan nafasnya yang sesak apakah kalian tega melihat keadaan ini” ucap kakakku. Akhirnya atas pertolongan dari Allah, anakku segara ditangani dokter walau tanpa ada biaya pendaftaran yang kami bayarkan.

Hari berikutnya secercah harapan dan pertolongan datang untuk meminjamkan biaya perawatan terhadap anakku sebesar 3.000.000. Allah tidak pernah membiarkan hambanya seorang diri, Allah maha baik, dan kamipu selalu bersyukur atas segala musibah yang menimpa kami semua.

Sebagai seorang pendidik modal utama merupakan keikhlasan jika dihitung dalam logika matematika dan dikalkulasikan dengan bilangan suatu jumlah hal yang sangat mustahil mampu bertahan hidup dengan penghasilan Rp. 150.000,- namun itu semua keberkahan yang menjadikan semua guru-guru layak dan hidup bahagia. Tahun berjalan dan berganti setelah setelah kurang lebih enam tahun perjuangan itu berlalu semakin ke depan semakin lebih baik.

  Judul                  : LUKA TAK SELAMANYA DUKA Nama Penulis     : Romdiyah, M.Pd Instasi                : MI. ASH-SHIDDIQIN Ada sa...