Jumat, 01 Oktober 2021

JANGAN MENANGIS MAMA 


            Hari-hari yang dilewati saat itu hanya terdengar rintihannya tiap hari, menahan sakit yang sudah berbulan-bulan ia rasakan. ingin rasanya menagis, namun aku takut tangisan ini akan membuat luka dalam hati anakku dan membuat ia menjadi putus asa. 
       
         Saat itu usianya bari memasuki 11 tahun lebih, badannya yang begitu subur dengan raut wajah yang tampan dan kulit yang putih, semakin hari seamkin layu dan mulai mengurus. satu bulan sebelum diserang penyakit dia mengajak aku dan keluarga untuk mendatangi pondok pesantren. Cita-citanya yang begitu tinggi akan menjadi seorang ulama, kami sangat mendukung harapan dan impian itu, tapi ternyata bulan depan ia lemah layu tergeletak dalam pembaringan dan tak berdaya. 

        Setiap hari saat ia buka matanya hanya rasa sakit yang ia rasakan, berbagai rumah sakit dan bahkan mencoba mengobati dengan pengobatan alternatif kami lakukan, tapi ia tak kunjung memabaik. Tugasku tak cukup sampai disini, aku bukan hanya seorang ibu tapi juga seorang guru yang saat itu harus melaksanakan kewajiban saya sebagai guru. 

        Saat itu awal pandemi mewabah di negeri kita Indonesia, tapi tidak ada rasa takut sedikitpun pada hati ini akan wabah itu demi memperjuangkan kesehatan anak tercintaku. dengan bermodal HP dan materi pelajaran tetap bertugas mengajar dan menjaga sang buah hati. Aku selalu yakin dia akan kembali sehat seperti semula, tak ada rasa putus asa sedikitpun dalam hati ini terus berdo'a semoga ada keajaiban dari sang khaliq yang dapat menyembuhkan segala penyakitnya. 

        Bulan Januaripun berlalu Ia semakin melemah, kakinya sudah tidak dapat menopang tubuhnya kembali, berat badannya mulai turun sebanyak 13 Kg, Ya Allah menangis hati ini meminta dan memohon tolong sehatkan anakku kemabali, perawatan trus berjalan, saat itu rumah sakit seperti hotel yang selalu menjadi rumah kedua untuk bersandar, hingga pada akhir bulan februari BPJS terlalu lama mengoper anakku yang sudah mulai tak berdaya, penolakan perawatan mulai terjadi dikarenakan terlalu sering bolak-balik RS, dengan bermodal catatan tangan dokter saya peluk dan saya gendong ia seerat mungkin tanpa bantuan BPJS saya berusaha mengobatinya di rumah sakit yang besar yatitu RS Harapan Kita tepatnya di Rumah Sakit Anak dan bunda, saat itu tindakan Endos akan dilakukan dan selama tiga jam saya menantinya dibalik pintu operasi dengan sabar dan penuh doa,  akhirnya terbukalah pintu itu dan memanggilku untuk mendengar penjelasan dokter, kudengar baik-baik apa yang dokter jelaskan. Dokter itu berkata : 'setelah dilakukan pemerikasaan melalui kamera atas dan bawah ternyata tidak tidak ditemukan penyakit pada tubuh anak ibu." dan akupun berucap : "Alhamdulillah anakku tidak sakit apa-apa." tetapi dokter itu menyangkal ibu bukan alhamdulillah tapi ini sutu perkara yang cukup sulit kita akan melibatkan banyak dokter yang ibu akan mengeluarkan puluhan juta untuk pengobatan ini, saat itu dokter memerintahkan kami pulang, tapi karena kondisi anakku yang masih sangat kesakitan aku meminta untuk merawat sehari lagi. 

        Lagi-lagi dalam keterbatasan yang aku sendiri tidak mampu mengatasinya, uang puluhan juta yang sudah dikeluarkan ternyata belum dapat membuat anakku sehat kembali dan akupun tidak mungkin melanjutkan pengobatan, usaha yang aku lakukan hanya berodoa dan meminta rujukan untuk perwatan anakku kembali, dalam waktu tiga hari akupun mendapat surat rujukan dokter karena saat itu hari sabtu maka saya harus menunggu lama untuk mendapat surat itu, untuk masuk IGD rumah sakit harapan kita mereka minta rujukan karena sudah dua kali aku ke IGD Harapan Kita dengan biaya pribadi tanpa BPJS, dalam keterbatasan ini aku menunggu mulai dari pukul 09.00 WIB pemeriksaan dokter saat itu dokter yang menangani tidak praktik dan harus komunikasi via telp dengan dokter jaga IGD, lagi-lagi aku harus kuat, sekitar jam 19.00 WIB baru anakku diperintahkan untuk masuk ruang ICU, ingin menangis tapi aku mencoba menahan perih ini dalam hati. 

        Malam pertama di IGD akupun mulai merebahkan tubuhku yang sangat lelah ini di ruang tunggu IGD, keesokan harinya aku dan kawan-kawan di IGD sudah tidak boleh tidur berbaring di sekitar area IGD karena ada peraturan baru sedang pandemi maka semua yang menunggu hanya boleh duduk sehari semalam dibangku yang disediakan. 

        Aku harus kuat, aku harus bisa karena hanya aku yang bisa jaga anakku di rumah sakit, tak mungkin ibuku atau abahku yang jaga mereka saja sudah lelah mengurus anakku yang lain, saat itu aku mulai tumbang ambienku yang selalu mengeluarkan darah membuat aku tak berdaya, badan ini mulai panas dingin dan teman di IGD mulai menghindari aku, akupun tak ingin berkeluh didepan suamiku karena Ia juga hanya karyawan kontrak di sebuah pabrik yang tidak bisa libur berhari-hari untuk menjaga anak kami secara bergantian. Aku hanya meminta obat agar tubuh ini dapat bertahan ditengah pandemi ini. 

        Hari kesembilan di ICU saat itu jam penjengukan untuk ibu dibuka pukul 11.00 WIB dan hanya 10 menit saja, anakku saat itu bercerita bahwa Ia bermimpi mengejar aku dan kakeknya yang Ia panggil Abah tetapi Ia terjatuh dan tak sanggup mengejar. Ya Allah sedih hati menangis ada firasat apa yang terjadi kenapa Ia bermimpi itu, tetap kuat... kuat jangan menangis, dan ku jawab dengan lembut sayang itu hanya mimpi dan bunga tidur mamah tidak akan meninggalkanmu sayang. 

        Hari kesebelas akhirnya Ia bisa keluar dari ruang ICU dan masuk rawat inap biasa di ruang isolasi. saat itu masih belum juga terdeteksi sakit anakku yang pasti padahal pengobatan sudah hampir tiga bulan. rintihan sakit perut saat itu sudah mulai reda, 4 hari sebelum ajal menjemputnya baru diketahui bahwa anakku menderita sakit lupus atau auto imun dan harus diterapi.

        saat itu pikirannya sudah mulai tidak terkontrol, dan banyak hal-hal yang ia lupakan, tetapi hebatnya kuasa Allah dia tetap mengingat Allah selalu, satu hal Ia selalu berucap kalimat " Laa ilaahaillallah Muhammadarrosulullah Syekh Muhyidin 'abdul Qodir Jailani Waliyullah " dalam keadaan tak berdaya meggigil kedinginan dan kemudian kaku akibat kejang yang selalu menyerangnya. Ia tak pernah lupa berdoa dan meminta berucap apa yang Ia ingat seperti Hasbunallah wani'mal wakil ni'mal maula wani'mannatsir, dan beristighfar. Bahakan sebelum Ia melupakanku Ia berpesan "Mama Jangan Menagis Insya Allah dede pulang besok " saat itu aku benar-benar tidak dapat membendung tangisku dan ku berlari kebalik pintu dan menangis seorang diri karena tidak ada seorangpun yang boleh menemani aku di ruang rawat. Sebelum kematiannya menjemputnya aku meminta Abah dan ema untuk datang menengok cucunya dan ayahnya terakhir kali menengoknya bawa pakaian ganti. 

        Saat itu pandangan matanya mulai kosong, aku selalu berdoa kepada Allah yang Allah sehatkan putraku kembali. Tepat dihari ulang tahunnya aku minta untuk membawakan kado tetapi setelah diperihatkan kepadanya Ia berkata bawa pulang saja kado itu. Aku rayakan hari itu bersamanya di ruang rawat inap. Saat itu kegiatanku hanya mengaji berdoa berharap selalu ada keajaiban datang. Ya Allah hati ini menjerit menangis ketika Ia tidak tidur sehari semalam dan berdo'a Ya Allah aku mau hidup. dan saat shubuh Ia menjerit ketakutan karena Ia merasa ada dalam sebuah kubur dan banyak mayat didekatnya. Kupeluk erat tubuhnya dan akupun menangis saat itu cuma itu yang bisa aku lakukan. padahal 4 kantung darah yang Ia butuhkan sudah didapat dari rekan-rekan guru dan saudara yang cocok darahnya dengannya yaitu golongan darah O, akupun berharap ada keajaiban datang dan tak pernah putuh asa. setelah aku sempatkan membagi-bagi makanan dan sedikit amplop untuk anak-anak yatim menjaleang hari lahir anakku. saat itu akupun berharap ada keajaiban anakku bisa sembuh. aku harus kuat aku ingat kata-katanya mama janagn menangis dan akupun mulai belajar untuk tidak menangis.
 
        Tepat hari minggu setelah kejang dan menggigil sore itu tepat pukul 17.00 WIB anakku dibawa kembali di ruang ICU setelah 10 hari di ruang rawat biasa sudah 20 hari aku dan anakku di rumah sakit Harapan Kita, malam itu adikku menjemput aku pukul 19.30 untuk pulang dan istirahat dan yang tinggal disana suamiku, tapi pada pukul 21.00 WIB aku telepon suamiku untuk kembali pulang karena sehari semalam dia belum tidur seperti aku, bedanya aku menjaga anakku sementara suamiku mencari jalan dan berikhtiar untuk kesembuhan anakku, lagi-lagi mencoba pengobatan alternatif semoga dengan doa banyak orang anakku bisa kemabali sembuh. Saat itu kupasrahkan takdirku pada Allah, Ya Allah jagalah anakku sebelumnya dibawa ke ICU aku mengaji yasin dan aku balurkan air yasin ketubuh anakku yang sudah kurus karena terserang penyakit. Ya Allah jika memang saatnya tolong mudahkan anak hamba dalam mengahadapi syakaratul mautnya yang tidak ada dipelukanku. Ya Allah Jangan ambil anakku tapi hamba ini hanya manusia biasa yang kau titipkan buah hati tercinta tiada daya upaya apapun yang bisa hamba lakukan kalau memang sudah saatnya... Aku Ridho dan Ikhlas mengiringi kepergiannya.
        
           Tepat pukul 05.30 suara telepon berdering yang mengatakan bahwa anakku saat itu kritis, dalam perjalanan aku berdoa ya Allah tunggu aku ijinkan aku untuk memeluknya terakhir kali jangan ambil anakku. lagi-lagi harapan ini tak terwujud karena inilah saatnya telah tiba apabila ajal seseorang datang maka tak bisa digeser. 

            Setibanya aku di ruang ICU kuiringi kepergianya dengan membaca yasin dan berdoa bahagialah kamu sayang di alam yang baru Raudhah memantimu " Muhamma Rofi'ul A'la ( lahir 30-03-2008 dan Wafat tagnngal 06 April 2020 pukul 06.30 WIB ....  Surga tempat terbaikmu sayang ... Aamiin 

            
        

        

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Motivasi Menulis

 pertemuan 26  Motivasi Menulis  Narasunber : Dail Ma'ruf. M. Pd Moderator : Raliyanti  Bismillahirrahmanirrahim Assalamu'alaikum wr...