****RINDU GURU****
Suara
lonceng sekolah yang dahulu aku dengar sekitar 1 tahun setengah bahkan lebih,
kini sudah tak dapat aku dengar, suara riang gembira saat bel berbunyi, tanda
masuk sekolah, istirahat sekolah dan bercanda gurau bersama teman-teman di sekolah,
serta tanda waktu pulang sekolah tiba kini tak pernah dapat aku dengar lagi.
Sudah
terlalu lama aku belajar di rumah, bosan, jenuh dan berbagai macam menghantui
hati, bahkan bimbang saat aku tak mampu menyelesaikan tugas materi yang
diberkan oleh guru di google classroom ataupun di whatsapp group.
Terkadang
rindu menghantui diri ini, rindu akan bangku sekola, rindu sapa bapak/ibu guru
di sekolah, merekalah orang tua kedua kami di sekolah. Kesabarannya mendidik,
membimbing dan mengajari kami ilmu sehingga membuat kami dari tak bisa menjadi
bisa, dari bodoh menjadi pintar.
Akupun
tak pernah membayangkan begitu lama kita tak dapat tatap muka karena wabah
covid-19 yang telah melanda negeriku. Tak pernah aku bayangkan akan terjadi
musibah yang melumpuhkan kegiatan dari berbagai aspek kehidupan, bahkan
merenggut banyak korban jiwa. Rumah sakit tak mampu menampung pasien-pasien
covid-19. Bahkan paling aku sesali pendidikan ini menjadi korban.
Aku
rindu mereka semua, rasa rindu menghantui jiwa ingin sekali bisa bersama
belajar seperti dahulu, sosok guru yang sangat aku banggakan, sosok itu yang
selalu menjaga aku mulai dari pagi hari hingga matahari tepat di atas kepalaku.
Derap
kaki yang begitu semangat saat melangkah menuju gerbang sekolah, kapan baju seragam
ini aku gunakan lagi kesekolah, kapan tas ini aku gunakan lagi dan kapan sepatu
ini melangkah lagi pergi ke sekolah, karena dengan berpakaian sekolah aku
merasa bahwa diriku menjadi lebih berbangga disbanding hanya berpose selfi
kirim foto lewat HP.
Keributan
dan kegaduhan di dalam kelas bagi guruku hal yang wajar, begitu piawainya
guruku mengatasi hal yang hampr setiap hari terjadi. Kehebatan itu yang membuat
aku semakin kagum dan sayang terhadap guru. Guruku Ibuku di sekolah, guruku
tempat aku mengadu dan bertanya saat aku di sekolah mengalami kendala. Guruku
tempat aku berlindung di sekolah saat aku takut dengan keadaan. Guruku tempat
aku bercerita tentang keadaan yang aku alami. Kini aku tak dapat berjumpa
dengan guruku di sekolah, guruku yang aku rindu dan menjadi panutanku kini kita
tidak dapat bertemu setiap hari, namun perjuanganmu lebih melelahkan saat ini,
mendidik kami dari kejauhan dengan berbagai panorama siswa yang bahkan lebih
melelahkan perasaanmu, tidak mengikuti aturan kelas jauh dan bahkan terlalu
cuek dengan materi yang diberikan.
Aku
kini sudah duduk di bangku kelas 6, saat pandemi melanda negeri tercinta ini, aku duduk dibangku kelas 5, namaku Zahra, aku
rindu guru,,, megapa??? Mungkin nasib kalian tak seperti aku yang tidak memiliki
ibu, sejak 3 tahun yang lalu aku ditinggalkan ibuku, ibuku pergi untuk untuk
selamanya, Guruku seupupulu, dia yang selalu menemani aku, saat itu aku duduk
dibangku kelas 3 usiaku 9 tahun, ketika ambulance datang ke rumah nenekku akuk
sucah mandi dan cantik menyambut kedatangan dede bayi mungil anak mamaku yang
ketiga, ku bersorak-sorak “ Hore-hore mamaku pulang” dan ku ulangi lagi dengan
meloncat-loncat “ hore-hore mamaku”. Betapa terkejutnya aku mamaku terbujur
kaku digotong banyak orang dan dibaringkan di ruang tamu nenekku. Aku lemah dan
tak berdaya, ternyata mamaku pergi untu selamanya.
Guruku
aku rindu, sosokmu yang mengisi hari-hariku sampai saat ini sudah 3 tahun
berlalu, guruku aku rindu sosokmu yang telah mendidikku di bangku sekolah,
sosokmu yang telah mengajariku bahwa dunia ini tidak berhenti disitu, segala
kebutuhanku, pakaianku semua dirimu yang mengurus.
Guruku
aku rindu, rumahku sekarang seolah bukan tempat yang nyaman buatku, aku
memutuskan untuk tinggal bersamamu dan tidak kembali kepada ayah bukan berarti
aku tak bakti pada orang tuaku, tetapi saat itu aku memang belum siap untuk
mengisi hari-hariku tanpa ibu.
Saat
itu tahun 2018 yang lalu, aku masih duduk di bangku kelas 3, senang rasanya
hati ini belajar bersama teman di sekolah, sekolahku milik kakekku, dan disanan
banyak sekali saudara-saudaraku yang bersekolah bersamaku, aktivitas kami mulai
dari pukul 06.30 sampai dengan pukul 11.30, kemudian kami shalat berjama’ah,
setelah isoma dilanjutkan kembali kegiatan Diniyah sampai pukul 14.00,
kemudian, kami mengaji di mushalla milik yayasan kekekku juga. Disela-sela
waktu istirahat aku, embul, dan saudaraku yang lain tetap bermain di halaman
sekolah sampai saatnya pulang tiba yaitu sehabis asar dan mengaji. Mengapa kami
selalu berkumpul bersama, kami fikir waktu jeda hanya sebentar untuk itu kami
selalu menghabiskan waktu di sekolah.
“
Zahra…Zahra” Ibu memanggilku, saat ibuku selesai mengajar kelas 6, ibuku
seorang guru, juga pekerja keras,
“
mamah ingin pergi ke Roxi, Zahra tetap disini ya bersama bude” saat itu aku
memang bukan anak penurut.”aku tidak mau mamah, aku mau ikut mamah belanja HP
ke Roxi.”
“
jangan kamu nakal, mamah cape, belum lagi kamu jajan terus” ucap
mamahku sedikit memarahiku.
Akhirnya
tetap saja aku dibawa pergi oleh mamah dan ayah ke Roxi untuk belanja HP. Orang
tuaku memiliki Conter HP yang sangat kecil, disanalah tempat ayahku mencari
nafkah, bahkan mamah selalu ke conter untuk membantu ayah walaupun dalam
kondisi yang sudah membesar kehamilannya.
Saat
itu hari terakhir mamahku belanja ke roxi, seperti biasa pulang sampai malam
untuk menghitung dan mengepres barang belanjaan dulu di conter, keseokan
harinya Ia harus mengajar. Betapa gigih dan semangatnya Ibuku.
Hari
terakhir Ibuku mengajar di sekolah saat itu kakinya sudah bengkak dan usia
kehamilannya sudah masuk 40 minggu, tetapi Ia belum mengambil cuti karena
menganggap dirinya masih sanggup melakukan aktivitas mengajar, di jam istirahat
ibuku izin untuk USG control kehamilan di Rumah Sakit, ternyata Ibuku tak
kembali lagi karena harus segera melakukan persalinan.
Betapa
bahagia hatiku, aku mau punya adik, habis zuhur ibuku menelpon adiknya dia
adalah tanteku, dia juga seorang guru, diperintahkan ibuku untuk menyiapkan
barang-barang kebutuhan bersalin di rumahku dan meminta untuk menyiapkan baju
kakaku yang akan mengikuti kegiatan lomba olimpiade sain ke luar kota.
Tanteku
segera jalan ke sekolah kakakuku, saat kakaku dijemput ternyata kakaku sedang
dalam keadaan depresi dan lemas, tanteku meangis melihatnya, dia bertanya : “
mengapa kamu ko menangis” dijawab oleh kakaku “ aku melihat ibuku saat shalat
berjama’ah terbujur kaku di depanku” lalu tanteku menjawab “ itu hanya
perasaanmu saja, ibumu baik-baik saja, dan akhirnya di telpon oleh tanteku agar
memastikan bahwa ibuku memang baik-baik saja.”
Tanteku,
budeku, mamangku sore hari berkunjung ke rumah sakit untuk menengok ibuku,
mereka yasinan bersama di ruang rawat karena saat itu malam jum’at, sampai
pukul 07.30 ditelpon kembali dengan video call untuk memastikan kakaku intan
agar bersiap-siap untuk keberangkatannya besok.
“
Intan, sudah kamu pergi untuk mewakili sekolah dalam acara lomba Sains” ucap
ibuku, tetapi saat itu kondisi kakaku sedang demam, Ia benar-benar drop,
perasaanya sudah kacau balau, “ mamah aku gam au pergi, aku ga mau mamah
kenap-napa,” dijawab ibuku “ Intan, kamu harus pergi, mamah ga kenapa-kenapa,
liat mamah, kamu liat mamah ga kenapa-napa,” sambil menetes air mata. Tetap
saja kakaku tak mau pergi.
Tetat
pukul 23.00 WIB, lahirlah adiku, ibuku pendarahan pada pukul 02.00 WIB dsan
kritis, dokter melakukan operasi pengangkatan Rahim, dan Ibuku koma di ruang
ICU selama 3 hari. Sejak saat itu aku hanya menunggu Ibu di balik pintu ICU,
kakaku saat itu belum boleh masuk ICU karena masih berusia 12 tahun, karena
memaksa akhirnya diperbolehkan untuk melihat ibuku, dia hanya menangis karena
ibuku sudah tak berdaya, Ibuku saat itu hanya dapat meneteskan air matanya.
Hari
itu hari sabtu kabar dukapun datang, Ibuku pergi untuk selamanya,,,,,,,,,,
Kakek
dan nenekku saat itu sedang umroh dan tidak dapat melihat Ibuku………
Sejak
kejadian itu aku berpisah tinggal dengan saudara-saudaraku yang, aku bersama
sepupuku dan budeku, kakaku bersama nenekku dan adikku bersama ayah dan istri
barunya.
Guruku aku
rindu, kejadian yang membuat aku hancur, membuat aku menjadi seperti ini,
Guruku engkau pelipuku, aku mulai tak kesepian, karena tinggal bersama keluarga
yang begitu ramenya, kenapa tidak budeku orangnya humoris, sering melawak,
bahkan aku sampai hampir lupa rumahku,
Guruku, tempat aku menimba ilmu dan
tempat aku merasa dilindungi….
Jasamu akan aku ingat selalu………
Sudah
hampir 3 tahun aku tinggal bersama guruku, guruku sepupuku, yang begitu berarti
mengisi hari-hari kosongku, hingga aku sudah mau beranjak SMP, mereka
mengurusku seperti anak kandung sendiri, Ibuku pasti bahagia karena akupun
bahagia, tetapi aku sering merasa bersalah karna aku sampai saat ini tak mau
pulang ke ayah, maafkan aku ayah bukan berarti aku tidak sayang ayah, mohon
ayah mengerti aku, aku masih butuh waktu.
Semoga pandemi ini cepat berlalu,
agar aku bisa kembali belajar dan beraktifitas bersama guru dan teman-temanku
di sekolah.
Kalian tahu
rasanya sepi,,,,, itu yang kurasa jika taka da guruku sepupuku…………………
Cakep bunda lanjutkan.
BalasHapusMenulislah dengan apa yang kita bisa dan kuasai
mantab bunda..
BalasHapusMantap bun ceritanya... Dari hati banget jadi terbawa gitu
BalasHapusMenjiwai sedihhh
BalasHapus