Senin, 11 Oktober 2021

 

****RINDU GURU****

Suara lonceng sekolah yang dahulu aku dengar sekitar 1 tahun setengah bahkan lebih, kini sudah tak dapat aku dengar, suara riang gembira saat bel berbunyi, tanda masuk sekolah, istirahat sekolah dan bercanda gurau bersama teman-teman di sekolah, serta tanda waktu pulang sekolah tiba kini tak pernah dapat aku dengar lagi.

Sudah terlalu lama aku belajar di rumah, bosan, jenuh dan berbagai macam menghantui hati, bahkan bimbang saat aku tak mampu menyelesaikan tugas materi yang diberkan oleh guru di google classroom ataupun di whatsapp group.

Terkadang rindu menghantui diri ini, rindu akan bangku sekola, rindu sapa bapak/ibu guru di sekolah, merekalah orang tua kedua kami di sekolah. Kesabarannya mendidik, membimbing dan mengajari kami ilmu sehingga membuat kami dari tak bisa menjadi bisa, dari bodoh menjadi pintar.

Akupun tak pernah membayangkan begitu lama kita tak dapat tatap muka karena wabah covid-19 yang telah melanda negeriku. Tak pernah aku bayangkan akan terjadi musibah yang melumpuhkan kegiatan dari berbagai aspek kehidupan, bahkan merenggut banyak korban jiwa. Rumah sakit tak mampu menampung pasien-pasien covid-19. Bahkan paling aku sesali pendidikan ini menjadi korban.

Aku rindu mereka semua, rasa rindu menghantui jiwa ingin sekali bisa bersama belajar seperti dahulu, sosok guru yang sangat aku banggakan, sosok itu yang selalu menjaga aku mulai dari pagi hari hingga matahari tepat di atas kepalaku.

Derap kaki yang begitu semangat saat melangkah menuju gerbang sekolah, kapan baju seragam ini aku gunakan lagi kesekolah, kapan tas ini aku gunakan lagi dan kapan sepatu ini melangkah lagi pergi ke sekolah, karena dengan berpakaian sekolah aku merasa bahwa diriku menjadi lebih berbangga disbanding hanya berpose selfi kirim foto lewat HP.

Keributan dan kegaduhan di dalam kelas bagi guruku hal yang wajar, begitu piawainya guruku mengatasi hal yang hampr setiap hari terjadi. Kehebatan itu yang membuat aku semakin kagum dan sayang terhadap guru. Guruku Ibuku di sekolah, guruku tempat aku mengadu dan bertanya saat aku di sekolah mengalami kendala. Guruku tempat aku berlindung di sekolah saat aku takut dengan keadaan. Guruku tempat aku bercerita tentang keadaan yang aku alami. Kini aku tak dapat berjumpa dengan guruku di sekolah, guruku yang aku rindu dan menjadi panutanku kini kita tidak dapat bertemu setiap hari, namun perjuanganmu lebih melelahkan saat ini, mendidik kami dari kejauhan dengan berbagai panorama siswa yang bahkan lebih melelahkan perasaanmu, tidak mengikuti aturan kelas jauh dan bahkan terlalu cuek dengan materi yang diberikan.

Aku kini sudah duduk di bangku kelas 6, saat pandemi melanda negeri tercinta ini,  aku duduk dibangku kelas 5, namaku Zahra, aku rindu guru,,, megapa??? Mungkin nasib kalian tak seperti aku yang tidak memiliki ibu, sejak 3 tahun yang lalu aku ditinggalkan ibuku, ibuku pergi untuk untuk selamanya, Guruku seupupulu, dia yang selalu menemani aku, saat itu aku duduk dibangku kelas 3 usiaku 9 tahun, ketika ambulance datang ke rumah nenekku akuk sucah mandi dan cantik menyambut kedatangan dede bayi mungil anak mamaku yang ketiga, ku bersorak-sorak “ Hore-hore mamaku pulang” dan ku ulangi lagi dengan meloncat-loncat “ hore-hore mamaku”. Betapa terkejutnya aku mamaku terbujur kaku digotong banyak orang dan dibaringkan di ruang tamu nenekku. Aku lemah dan tak berdaya, ternyata mamaku pergi untu selamanya.

Guruku aku rindu, sosokmu yang mengisi hari-hariku sampai saat ini sudah 3 tahun berlalu, guruku aku rindu sosokmu yang telah mendidikku di bangku sekolah, sosokmu yang telah mengajariku bahwa dunia ini tidak berhenti disitu, segala kebutuhanku, pakaianku semua dirimu yang mengurus.

Guruku aku rindu, rumahku sekarang seolah bukan tempat yang nyaman buatku, aku memutuskan untuk tinggal bersamamu dan tidak kembali kepada ayah bukan berarti aku tak bakti pada orang tuaku, tetapi saat itu aku memang belum siap untuk mengisi hari-hariku tanpa ibu.

Saat itu tahun 2018 yang lalu, aku masih duduk di bangku kelas 3, senang rasanya hati ini belajar bersama teman di sekolah, sekolahku milik kakekku, dan disanan banyak sekali saudara-saudaraku yang bersekolah bersamaku, aktivitas kami mulai dari pukul 06.30 sampai dengan pukul 11.30, kemudian kami shalat berjama’ah, setelah isoma dilanjutkan kembali kegiatan Diniyah sampai pukul 14.00, kemudian, kami mengaji di mushalla milik yayasan kekekku juga. Disela-sela waktu istirahat aku, embul, dan saudaraku yang lain tetap bermain di halaman sekolah sampai saatnya pulang tiba yaitu sehabis asar dan mengaji. Mengapa kami selalu berkumpul bersama, kami fikir waktu jeda hanya sebentar untuk itu kami selalu menghabiskan waktu di sekolah.

“ Zahra…Zahra” Ibu memanggilku, saat ibuku selesai mengajar kelas 6, ibuku seorang guru, juga pekerja keras,

“ mamah ingin pergi ke Roxi, Zahra tetap disini ya bersama bude” saat itu aku memang bukan anak penurut.”aku tidak mau mamah, aku mau ikut mamah belanja HP ke Roxi.”

“ jangan kamu nakal, mamah cape, belum lagi kamu jajan terus” ucap mamahku sedikit memarahiku.

Akhirnya tetap saja aku dibawa pergi oleh mamah dan ayah ke Roxi untuk belanja HP. Orang tuaku memiliki Conter HP yang sangat kecil, disanalah tempat ayahku mencari nafkah, bahkan mamah selalu ke conter untuk membantu ayah walaupun dalam kondisi yang sudah membesar kehamilannya.

Saat itu hari terakhir mamahku belanja ke roxi, seperti biasa pulang sampai malam untuk menghitung dan mengepres barang belanjaan dulu di conter, keseokan harinya Ia harus mengajar. Betapa gigih dan semangatnya Ibuku.

Hari terakhir Ibuku mengajar di sekolah saat itu kakinya sudah bengkak dan usia kehamilannya sudah masuk 40 minggu, tetapi Ia belum mengambil cuti karena menganggap dirinya masih sanggup melakukan aktivitas mengajar, di jam istirahat ibuku izin untuk USG control kehamilan di Rumah Sakit, ternyata Ibuku tak kembali lagi karena harus segera melakukan persalinan.

Betapa bahagia hatiku, aku mau punya adik, habis zuhur ibuku menelpon adiknya dia adalah tanteku, dia juga seorang guru, diperintahkan ibuku untuk menyiapkan barang-barang kebutuhan bersalin di rumahku dan meminta untuk menyiapkan baju kakaku yang akan mengikuti kegiatan lomba olimpiade sain ke luar kota.

Tanteku segera jalan ke sekolah kakakuku, saat kakaku dijemput ternyata kakaku sedang dalam keadaan depresi dan lemas, tanteku meangis melihatnya, dia bertanya : “ mengapa kamu ko menangis” dijawab oleh kakaku “ aku melihat ibuku saat shalat berjama’ah terbujur kaku di depanku” lalu tanteku menjawab “ itu hanya perasaanmu saja, ibumu baik-baik saja, dan akhirnya di telpon oleh tanteku agar memastikan bahwa ibuku memang baik-baik saja.”

Tanteku, budeku, mamangku sore hari berkunjung ke rumah sakit untuk menengok ibuku, mereka yasinan bersama di ruang rawat karena saat itu malam jum’at, sampai pukul 07.30 ditelpon kembali dengan video call untuk memastikan kakaku intan agar bersiap-siap untuk keberangkatannya besok.

“ Intan, sudah kamu pergi untuk mewakili sekolah dalam acara lomba Sains” ucap ibuku, tetapi saat itu kondisi kakaku sedang demam, Ia benar-benar drop, perasaanya sudah kacau balau, “ mamah aku gam au pergi, aku ga mau mamah kenap-napa,” dijawab ibuku “ Intan, kamu harus pergi, mamah ga kenapa-kenapa, liat mamah, kamu liat mamah ga kenapa-napa,” sambil menetes air mata. Tetap saja kakaku tak mau pergi.

Tetat pukul 23.00 WIB, lahirlah adiku, ibuku pendarahan pada pukul 02.00 WIB dsan kritis, dokter melakukan operasi pengangkatan Rahim, dan Ibuku koma di ruang ICU selama 3 hari. Sejak saat itu aku hanya menunggu Ibu di balik pintu ICU, kakaku saat itu belum boleh masuk ICU karena masih berusia 12 tahun, karena memaksa akhirnya diperbolehkan untuk melihat ibuku, dia hanya menangis karena ibuku sudah tak berdaya, Ibuku saat itu hanya dapat meneteskan air matanya.

Hari itu hari sabtu kabar dukapun datang, Ibuku pergi untuk selamanya,,,,,,,,,,

Kakek dan nenekku saat itu sedang umroh dan tidak dapat melihat Ibuku………

Sejak kejadian itu aku berpisah tinggal dengan saudara-saudaraku yang, aku bersama sepupuku dan budeku, kakaku bersama nenekku dan adikku bersama ayah dan istri barunya.

Guruku aku rindu, kejadian yang membuat aku hancur, membuat aku menjadi seperti ini, Guruku engkau pelipuku, aku mulai tak kesepian, karena tinggal bersama keluarga yang begitu ramenya, kenapa tidak budeku orangnya humoris, sering melawak, bahkan aku sampai hampir lupa rumahku,

            Guruku, tempat aku menimba ilmu dan tempat aku merasa dilindungi….

            Jasamu akan aku ingat selalu………

Sudah hampir 3 tahun aku tinggal bersama guruku, guruku sepupuku, yang begitu berarti mengisi hari-hari kosongku, hingga aku sudah mau beranjak SMP, mereka mengurusku seperti anak kandung sendiri, Ibuku pasti bahagia karena akupun bahagia, tetapi aku sering merasa bersalah karna aku sampai saat ini tak mau pulang ke ayah, maafkan aku ayah bukan berarti aku tidak sayang ayah, mohon ayah mengerti aku, aku masih butuh waktu.

            Semoga pandemi ini cepat berlalu, agar aku bisa kembali belajar dan beraktifitas bersama guru dan teman-temanku di sekolah.

Kalian tahu rasanya sepi,,,,, itu yang kurasa jika taka da guruku sepupuku…………………

4 komentar:

Motivasi Menulis

 pertemuan 26  Motivasi Menulis  Narasunber : Dail Ma'ruf. M. Pd Moderator : Raliyanti  Bismillahirrahmanirrahim Assalamu'alaikum wr...